REVIEW - MACHETE KILLS
2013,
3 stars,
arul fittron,
arul movie review blog,
Danny Trejo,
Lady Gaga,
Machete,
Machete Kills,
Machete Kills Review,
Michelle Rodriguez,
October,
Robert Rodriguez
Robert Rodriguez, sutradara dengan gaya film yang nyentrik kembali dengan sekuel dari filmnya yaitu Machete. Machete Kills, judul bagi sekuel dari film tersebut. Tetap menggunakan Danny Trejo sebagai pemeran utama dari film ini dan banyak cast-cast lain di film ini yang meramaikan sekuel dari film Robert Rodriguez’s Machete ini.
Machete (Danny Trejo) kembali lagi dalam sebuah misi. Dia di utus oleh sang Presiden (Charlie Sheen) untuk menangkap seorang gembong narkoba. Awalnya dia tidak mau, tapi karena sang kekasih, Sartana (Jessica Alba) juga di bunuh oleh kelompok tersebut, dia pun menangkap dan mengejar gembong narkoba tersebut yang ternyata membawanya ke seorang pengusaha kaya bernama Voz (Mel Gibson)
Machete pun dibantu oleh banyak rekannya untuk menangkap gembong narkoba dan Voz yang sedang merencanakan sesuatu jahat ke luar angkasa.
A Trashy and disturbing style by Rodriguez
Robert Rodriguez memang memiliki gaya film yang nyentrik. Banyak sekali film-filmnya yang mempunyai visualisasi gila-gilaan. Mungkin salah satu contoh karyanya yang pernah saya tonton adalah Sin City. Visualisasi aneh yang di balut dengan banyak gore scene di filmnya. Hitam Putih dan hanya menunjukkan satu warna merah yang mencolok. Tapi bisa di bilang, gaya nyentrik-nya yang cenderung norak itu pun menjadi kekuatan tersendiri dari Robert Rodriguez.
Machete karya milik Robert Rodriguez ini pun menambah daftar panjang miliknya dimana film miliknya yang tetap memiliki visual sinting. Saya belum pernah menonton film pertama dari seri Machete. Tapi, banyak sekali orang menantikan sekuel dari film ini karena katanya filmnya yang seri pertama menampilkan banyak hal gila-gilaan dengan gaya yang unik seperti film-film milik Robert Rodriguez seperti biasanya.
Machete Kills, sebenarnya saya tidak tertarik dengan film itu. Tapi, mengingat hype dari film pertamanya yang begitu besar jadi saya pun memutuskan untuk setidaknya mencoba film keduanya. Mengingat gaya-gaya Robert Rodriguez yang unik layaknya Sin City dan saya cukup menyukainya. Machete Kills pun tetap mengusung gaya-gaya trashy milik Rodriguez dan melakukan banyak tribute-tribute di filmnya. Apalagi, fake trailer di opening film ini yang membuat saya tertawa dan disturbing secara bersamaan.
Machete Kills memang jauh dari kata bagus. Tapi banyak hal yang membuat saya setidaknya menikmati apa yang disajikan oleh Robert Rodriguez di film keduanya ini. Pace cerita ini memang sangat berantakan. Ceritanya yang sangat cepat di awal. Ceritanya cukup simple dengan banyaknya visualisasi yang trashy sering di tampilkan demi menutupi banyak plot-plot bolong yang tersebar di film ini. Ini bukan tipe film popcorn yang akan disukai oleh banyak orang. Film ini akan menjadi sebuah film personal bagi yang menyukai genre-genre seperti ini.
Jokes yang ditampilkan mungkin lebih ke arah black comedy. Tidak semua orang akan tertawa dengan guyonannya. Adegan-adegan berdarah yang menjijikkan itu akan menjadi sebuah orgasm bagi penikmat hal-hal itu. Tapi, sayangnya LSF memotong banyaknya unsur ‘kesenangan’di film ini. Adegan-adegan gore itu di potong. Mengurangi kesenangan-kesenangan yang ada di film ini. Karena kekuatan utama film Machete Kills adalah adegan-adegan tersebut. Bukan berada di dalam ceritanya yang memberikan sesuatu yang lain.
Plot milik Machete Kills memang terlihat kemana-mana. Terlebih, ketika banyaknya karakter-karakter yang satu persatu memenuhi layar film ini. Berusaha semua mendapatkan screening time yang sama terkecuali Machete yang, well,pemeran utama jadi otomatis memiliki screening time yang lebih dominan. Terlihat, Rodriguez mulai kewalahan bagaimana cara semua karakter disini terkesan memiliki peran penting satu sama lain serta menimbulkan masalah yang berkesinambungan. Tapi, malah konflik itu saling menumpuk dan membuat film ini kacau.
Belum lagi third act film ini yang Meh. Sehingga semakin memperparah kualitas dari Machete Kills sendiri. Mungkin itu sebuah tribute bagi space adventure movie theme sehingga third act dari Machete Kills ini terlihat sangat eksperimental untuk filmnya sendiri. Tapi, mengingat film ini yang dibuat bukan untuk sebuah film fantasy, maka Machete Kills sangat menganggu di bagian akhirnya. Mengurangi segala kenikmatan perjalanan Machete yang lebih menggunakan Mobil, motor bahkan
sebuah tank menjadi perjalanan menggunakan spaceshipdan berbagai hal science-fictionlainnya.
An utter and dumb ways to get some fun.
Saya belum pernah menyaksikan film pertama dari Machete. Tapi, saya terhibur dengan film kedua dari Machete yang mungkin memiliki banyak sekali kekurangan di filmnya. Unsur-unsur trashy-nya yang disajikan di film ini membuat saya menikmati dan menertawakan unsur-unsur itu. Bisa dibilang adegan-adegan dumb yang di sajikan di film ini menjadi kekuatan tersendiri bagi film Machete Kills. Hal yang dumb itulah yang membuat saya menikmati film Machete.
Sebuah sajian instan nan bodoh yang pastinya membuat saya tertawa terbahak-bahak. Belum lagi adegan berdarah-darah yang setidaknya sangat enjoyable meskipun kesenangan itu jadinya terbatasi oleh Lembaga Sensor Film. Yap. Mereka sangat tidak asyik. Jadi bisa dibilang ini adalah film yang di luar logika manusia. Tidak usah kita memutar otak kita dan menanggapi film ini dengan serius. Saksikan saja yang ada tanpa perlu memikirkannya dan dapatkan kesenangan yang berbeda.
Danny Trejo yang menjadi frontman di film ini. Yap, sosok Machete yang kuat, gagah, angkuh, dan dingin berhasil dia bawakan dengan baik. Terkadang mirip dengan sosok AA Gatot di film Azrax. Penampilan Michelle Rodriguez yang selalu tampil sebagai wanita badass seperti biasanya. Amber Heard yang sangat bitchy ini yang membuat saya terpaku menatap layar saat ada dirinya. So yes, for the surprise, Lady Gaga being a bad-bad-villain-bitch. Ternyata dia memang bisa akting.
Overall, Machete Kills bukanlah film yang bagus. Bahkan, cenderung menjadi sesuatu yang sangat buruk yang pernah disaksikan. Tapi, kebodohan-kebodohan itulah yang membuat film ini menjadi sebuah film hiburan yang instant dan menyenangkan untuk di lihat. It’s totally another Rodriguez’s madness.