REVIEW + 3D REVIEW - PACIFIC RIM

Guilermo Del Toro adalah sutradara asal Mexico. Dia pernah menggarap sebuah film heroes Hellboy dan Hellboy 2. Filmnya yang berjudul Pan's Labyrinth pun masuk ke dalam nominasi-nominasi di ajang bergengsi Academy Awards. Dia pun pernah menjadi screenwriter dari film dengan daya magis lainnya yaitu The Hobbit. Lantas kali ini, dia mencoba untuk membuat film dengan genre Sci-Fi dengan judul Pacific Rim


Bumi kala itu sedang di serang oleh monster besar dengan sebutan Kaiju. Bumi pun porak poranda karena serangan itu. Akhirnya untuk membunuh Kaiju itu pun dibuatlah sesosok Jaeger. Sebuah robot yang dirancang untuk membunuh Kaiju. Dengan diisikan oleh dua orang di dalamnya yang harus saling berkoneksi dengan baik. Raleigh Becket (Charlie Dunham) dan Yancy Becket (Diego Klatenhoff) adalah kakak-adik yang mengendarai Satu Jaeger. Hingga suatu hari, mereka harus kalah tempur saat melawan sesosok Kaiju. Yancy pun tewas dan Raleigh pun terluka. 

5 Tahun Kemudian, organisasi yang mengelola Jaeger pun tidak lagi mendapatkan dana dari pemerintah. Mereka lebih memilih untuk membangun sebuah Wall Anti Kaiju. Marshall (Idris Elba) pun yang mengetuai organisasi ini harus kecewa. Mereka dipindahtugaskan ke Hong Kong. Marshall pun kembali mengajak Raleigh menjadi pilot satu Jaeger. Dia pun memilih sesosok Mako Mori (Rinko Kokuchi) untuk menjadi Co-pilot nya. 

 
When Transformers met with Godzilla or Jurrasic Park. 
Setelah mendengar nama Guilermo Del Toro siapa yang tidak girang dengan film ini. Meskipun pada awalnya, saya sama sekali tak melirik sedikit pun dengan film ini. Dari segi trailer dan konsep cerita, harus kita akui beberapa hal originalitas nya yang mungkin akan menarik. Tetapi, beberapa kabar yang terlihat ambisius pun membuat saya sama sekali tak simpati dengan film ini. Bagaimana tidak? Film ini belum di rilis sudah ada lampu hijau saja untuk merilis sekuel dari film ini. Akhirnya saya pun mengira film ini mungkin hanya sebatas pengeruk uang. 

Guilermo Del Toro pun mempunyai kiprah di dunia perfilman yang sangat bagus. Pan's Labyrinth contohnya. Sebuah masterpiece dari Guilermo Del Toro sendiri. Hellboy dan sekuelnya juga memiliki kualitas film yang sangat fantastis. Dengan banyaknya adegan pertarungan dan gambar cerita yang lebih gelap di setiap film-filmnya. Mungkin lebih ke pendekatan gloomy di setiap filmnya. Dia pun sempat menjadi Screenwriter untuk film The Hobbit yang sangat luar biasa itu. Meskipun awalnya dia sempat ditunjuk sebagai sutradara film The Hobbit. 

Kali ini di Pacific Rim sebuah film robot-robotan yang mungkin akan disangkut pautkan dengan Transformers dan juga ditakutkan akan terjadi sebuah Michael Bay-esque di film ini. Tak salah sama sekali jika kalian semua akan membanding-bandingkan film ini dengan Transformers itu. Meskipun dalam konsepnya jauh lebih original Pacific Rim daripada Transformers yang notabene adalah film adaptasi mainan milik hasbro itu. Pacific Rim pun dengan gampang akan menjatuhkan citra film robot yang tak mempunyai cerita sepadan dengan Visual Effect nya. 


Bisa dibilang film ini akan seperti perpaduan antara Transformers dan Godzilla atau Jurrasic Park. Dan bisa dibilang juga ini adalah perpaduan film yang sangat brilliant. Entah saya begitu menikmati apa yang disajikan film ini di layar. Semua cerita itu dikemas rapi dengan porsi yang balance satu sama lain. Tak ada rasanya berat sebelah antara human drama-nya dengan berbagai background cerita bagaimana semua itu bisa terjadi dengan porsi aksi penuh CGI yang memanjakan mata itu.

Saya bisa tahu karena terlihat di paruh awal film bahwa tak seterusnya film ini diganjar dengan adegan aksi yang banyak. Karena masih fokus dalam bercerita. Barulah di pertengahan hingga akhir film. Adegan-adegan aksi ini banyak ditonjolkan dan tanpa menganggu cerita film ini.

Dengan beberapa momennya yang mungkin mengingatkan saya dengan film Jurrasic Park. Monster-monsternya pun beberapa mirip dengan Dinosaur Creatures yang ada di film Jurrasic Park. Dan juga momen penghancuran kota yang dilakukan oleh makhluk besar layaknya film Godzilla milik Roland Emmerich itu. Robot-robotan di film ini pun bisa dibilang tak punya design yang begitu rumit seperti Transformers. Sehingga jelas Robot-robot di film ini dengan mudah dikenali. Tak seperti Transformers yang sangat susah untuk mengingat nama-nama robotnya. 

Another Breathtaking movie that I've ever seen in this year. It will gonna be the best movie(s) in this year.
Pernah kan anda sangat begitu mengagumi dan menyukai sebuah film? Experience seperti itu pernah saya alami saat saya menonton Star Trek Into Darkness untuk tahun ini. Begitu terkagum-kagumnya saya dengan film arahan J.J. Abrams itu. Tak hanya menitikberatkan pada unsur ceritanya saja. But, space adventure nya juga tetap mempunyai porsi sama besar dengan human dramanya yang begitu kuat di film itu. Dan kali ini, saya merasakan sensasi yang sama kala menonton Pacific Rim ini. 

Awalnya saya mengira film ini mungkin akan menjadi sebuah film stereotype seperti Transformers. Hanya dentuman special Effects dengan aksi hancur-hancuran kota yang membuat penonton pada umumnya akan jatuh cinta dengan film Visual effect tanpa perlu cerita kuat. Well if you did the same as i did, You'd better prepare to be wowed. Sebenarnya cerita yang disajikan di film ini mempunyai alur yang sangat ringan dan biasa saja. Tak perlu lah kalian terlalu bermain dengan pikiran anda dan dengan penuh aroganisme mencari sebuah cerita yang mind-blowing. 


Maka diam dan saksikan saja apa yang terjadi di layar itu. Maka daya magis cerita di film ini akan keluar dengan sendirinya. Tak perlu kalian mengorek terlalu dalam. Begitulah yang saya alami saat menonton film ini. Dengan durasi sepanjang 125 Menit tak ada yang namanya scene yang begitu bertele-tele. Semua terangkum dengan cerita yang padat di dalam naskah yang ditulis oleh Travis Beacham dan porsi yang sangat seimbang dengan fight scene nya yang akan sangat disukai semua khalayak umum dan khususnya saya. Dengan prolog film yang dijabarkan dengan singkat tetapi sangat efektif untuk mencari tahu back story film ini.

Scene penuh dentuman dan hancur-hancuran kota tetap ada di film ini. But to be honest, permainan warna dan fight scene di film ini jauh dari kata stereotype yang pernah digunakan oleh Michael Bay's Transformers, The Avengers, dan yang paling baru adalah Man of Steel. Mungkin tak lebih elegan ketimbang Man of Steel. Tetapi, fight scene dengan permainan warna yang lebih mencolok serta tone dark yang sangat kental dan khas Guilermo Del Toro inilah yang jelas membuat saya terkagum-kagum. Apalagi adegan fight scene di kota itu. Sangat Indah sekali. 


Visual Effect jelas bermain banyak di film ini. Dengan set tatanan kota yang harusnya dengan setting post-apocalypse. Semua tergambarkan indah. Terutama efek 3D nya yang sangat membuat mendukung semua visual effect di film ini. Saya sangat terkagum-kagum. Terutama dengan ratio 1:85:1 yang digunakan di film ini. Membuat semua adegan close-up yang begitu mengagumkan. Saya seperti berteriak kegirangan di dalam hati saat menyaksikan keindahan-keindahan yang terjadi di film ini.

Mungkin experience-nya jauh lebih berasa jika disaksikan di layar IMAX yang begitu besar. Karena ada beberapa scene-nya yang sangat indah bila disaksikan dalam ukuran layar lebih besar. Sayang sekali, IMAX tak ada di kota saya. Jadi mau bagaimana lagi? Disaksikan di ukuran layar standar dengan format 3D menurut saya juga sudah memberikan Cinematic Experience yang begitu magis bagi saya. Tetapi akan lebih bagus jika pihak bioskop membangun layar IMAX di kota saya. 

This Scene very makes me amazed and wowed

Dari segi cast, beberapa di isi oleh aktor yang sudah memiliki gaungnya layaknya Idris Elba yang pernah kita jumpai di film Thor dan Prometheus. Dia cukup berwibawa saat dirinya menjadi sosok Marshal. Ketua organisasi yang menaungi Jaeger. Charlie Hunnam, Si Raleigh Becket akan dengan mudah memesonakan wanita dengan perannya. Terkadang wajahnya bisa dibilang mirip Garrett Hedlund dan Channing Tatum. Dia pun berhasil mempunyai chemistry yang sangat gemilang dengan Rinko Kikuchi yang pernah dijumpai di film Babel. Charlie Day, Si Professor Newton inilah yang memberikan sisi jokes terhadap film ini. Dan special appearance dari Ron Perlman yang cukup memorable juga. 

Scoring yang begitu boy-ish di film ini akan semakin menyenangkan bagi para lelaki yang menyukai adegan penuh aksi di film ini. Gaungan-gaungan scoring yang begitu indah semakin menguatkan berbagai fight scene di film ini. Scoring arahan Ramin Djawadi ini berhasil memberikan sound-sound dengan tampilan sedikit electro dan beberapa efek suara yang menggema yang sangat elegan dan indah. Megah meski tak semegah scoring Man of Steel mirik Hans Zimmer itu. 


Overall, Pacific Rim isn't a stereotype robot movies that just sell the Visual Effect. But it has a powerful Storyline. Pacific Rim has a balance portion between the Storyline and the Fight Scene full of CGI. I feel the cinematic wonders when I watched this movie. Another breathtaking movie in this year. Boys, this your turn to be wowed with this movie. Guilermo Del Toro should direct Transformers movie. Pacific Rim is Outstanding. 

PS : Do not walked out from the studio. Because there's a mid credit scene and after credit Easter egg.

Dengan penuh visual effect, jadi tak ada salahnya jika Guilermo Del Toro pun memutuskan untuk mengkonversi film ini dalam format 3D. Jadi saya akan membahas film ini dalam format 3D untuk para pembaca. 

BRIGHTNESS

 
Pada awalnya saya takut dengan tingkat kecerahan di film ini. Di trailernya saat itu, penggunaan warna gelap dominan digunakan di film ini. Tapi, tingkat kecerahan film ini sangat bagus dan tidak membuat kepala pusing. 

DEPTH 

Holy crap, menyaksikan film ini dalam format 3D memang sangat indah. Pacific Rim mempunyai kualitas depth yang begitu cemerlang. Sehingga para penonton layaknya sedang menonton pertunjukan langsung pertandingan robot melawan monster. Jaeger versus Kaiju. 

POP OUT 

 
Efek yang ditunggu-tunggu oleh para penonton 3D awam. Mereka akan berteriak girang. Karena Pop Out film ini sangat berinteraksi dengan baik kepada penontonnya. Scene dengan Hujan, Salju serta berbagai fight scene yang menjulur ke arah layar semua sangat bagus. 

 

Dengan efek 3D yang begitu bagus. Jadi tak ada salahnya jika anda menyaksikan film ini dalam format 3D. Efek Depth dan Pop Out akan membuat semua penontonnya makin kegirangan di film ini. Sebuah cinematic wonders yang akan membuat kalian tercengang. Very Recommended on 3D. Tak ada kesan uang anda terbuang sia-sia dengan efek 3D nya. Apalagi harga tiketnya kan sama.

Subscribe to receive free email updates: