CARRIE (2013) : A DIFFERENT VISION REMAKE
2013,
3.5 stars,
arul fittron,
arul movie review blog,
Carrie,
Carrie 2013,
Carrie Review,
Chloe Grace Moretz,
Julianne Moore,
Kimberly Peirce,
November
Carrie adalah sebuah film legendaris yang diangkat dari novel milik Stephen King pada tahun 1976. Brian De Palma adalah sosok sutradara yang mampu mengadaptasi novel milik Stephen King kala itu. Di Tahun 2013 ini, tak salah jika film legendaris ini pun di remake oleh sutradara wanita Kimberly Peirce. Dengan judul sama, Chloe di dapuk menjadi sosok Carrie.
Carrie White (Chloe Grace Moretz) adalah seorang perempuan yang baru saja mengalami menstruasi. Seiring dengan perubahannya menjadi wanita seutuhnya, dia memiliki sebuah kekuatan telekinetis yang aneh. Sang ibu, Margaret White (Julianne Moore) adalah seorang yang sangat ketakutan ketika mengetahui bahwa Carrie sudah beranjak dewasa karena dia mengira sesosok roh jahat telah merasuki tubuh Carrie.
Carrie adalah orang yang sering dikucilkan dalam pergaulannya. Sampai suatu ketika salah satu perempuan bernama Sue Snell (Gabriella Wilde) merasa bersalah dan rela memberikan semua kebahagiannya kepada Carrie. Bahkan sosok Tommy Ross (Ansel Elgort) yang sangat Sue sayangi.
Isn't a bad remake but has a different focused.
Carrie tahun 1976 adalah sebuah visualisasi yang begitu epic dengan arahan yang brilliant oleh Brian De Palma. Banyak sekali adegan-adegan yang sangat menancap di otak. Banyak sekali sudut pandang unik yang digunakan oleh Brian De Palma. Belum lagi performa dari Sissy Spacek sebagai Carrie dengan tatapannya yang begitu mencekam. Maka, tak salah jika Carrie versi Brian De Palma ini menjadi sebuah film horor yang melegenda dan memiliki banyak penggemar.
Tak salah jika pesona Carrie membuat sineas Hollywood berkeinginan untuk menghadirkan kembali sosok legendaris dari film kepada penonton dengan vision yang lebih baru atau biasa disebut Remake. Kimberly Peirce adalah sutradara yang di dapuk untuk me-reka ulang setiap adegan film Carrie milik Brian De Palma atau me-reka ulang setiap kata demi kata yang sudah ditulis oleh Stephen King di dalam novelnya tersebut.
Ini jelas sebuah remake yang penuh resiko. Karena Brian De Palma’s Carrie sudah menjadi film yang melegenda dan memiliki banyak penggemarnya. Bisa saja, Carrie versi Kimberly Peirce ini akan selalu diikuti bayang-bayang Brian De Palma’s Carrie. Tak bisa dielakkan juga, Film remake ini akan selalu dibanding-bandingkan dengan versi originalnya. Atau bisa jadi sebuah film Remake yang brilliant yang akan memuaskan penikmat film dan penggemar Brian De Palma’s Carrie.
Carrie versi Kimberly Peirce bukan dibilang sebuah remake yang berhasil. Beberapa hal dari filmnya bisa dikatakan gagal dalam me-reka ulang betapa jeniusnya film Carrie versi De Palma. Iya. Tidak ada yang bisa untuk tidak membanding-bandingkan versi terbaru dari Carrie dengan versi lamanya. Karena bagaimana suasana disturbing dan gelap begitu terjalin dengan baik di versi original dari Carrie. Tapi, tidak begitu dengan Versi terbaru dari Carrie.
Banyak suasana gelap dan creepy yang tidak terjalin baik di filmnya. Serta kefokusan yang berbeda antara De Palma’s Carrie dengan milik Kimberly Peirce. Ketika milik Brian De Palma, Carrie adalah sosok yang sangat di expose dengan detali, berbeda dengan versi terbaru dari film ini. Di film terbarunya, bagaimana kekuatan telekinetik milik Carrie begitu diekspos hingga akhirnya mengurangi suasana yang harusnya lebih gelap. Banyak sekali adegan-adegan yang begitu mengekspos adegan Carrie menggunakan kekuatan Telekinetiknya.
Entah, saya lebih seperti melihat film superhero ketimbang menonton sebuah film horor. Ekspos yang ditujukan pada kekuatan Telekinetik di film ini keterlaluan. Bagaimana adegan Carrie begitu terlihat senang dengan kekuatan miliknya. Dia layaknya Peter Parker baru saja digigit oleh sosok laba-laba dan bisa mengeluarkan jaring laba-laba dari tangannya. Sungguh aneh, jika kita bandingkan dengan film Carrie versi originalnya.
Sebenarnya, bukan remake yang sangat buruk. Hanya saja, ya begitulah, ketika ada yang mencoba mengusik film legendaris Hollywood. Bisa jadi akan menjadi sebuah remake yang groundbreaking atau malah menjadi sebuah remake yang akan dibabat habis oleh para kritikus film serta para penonton film. Kimberly Peirce’s Carrie sebenarnya masih berada di tengah-tengah dalam kualitasnya. Tidak jatuh sejatuh-jatuhnya, karena masih ada beberapa bagian yang masih bisa dinikmati.
Mungkin ketika first act hingga second act dari film ini. Carrie layaknya sebuah film dengan teen-flick dengan sedikit sentuhan sci-fi di dalamnya. Tak ada nuansa horor yang bisa ditampilkan kuat di dalam film ini. Yah, mungkin beberapa adegan yang masih bisa membuat kita setidaknya bergidik saat menonton film ini. Berbeda dengan versi Brian De Palma yang memiliki banyak sentilan-sentilan horor dark yang kuat dengan adanya metafora tentang seksualitas dan unsur biblical yang kental.
Salah satu hal yang membuat film ini masih menjadi sebuah remake yang tak buruk adalah final act film ini yang lebih panjang ketimbang versi originalnya. Visualisasi yang lebih baru dari Carrie versi Kimberly Peirce membuat film ini setidaknya masih layak tonton. Aksi balas dendam yang dilakukan Carrie di Prom itu benar-benar gila. Perasaan seperti “rasakan tuh” kepada teman-teman Carrie terutama pada sosok Portia Doubleday sebagai Chris Hargensen yang memiliki paras lebih sengak ketimbang versi originalnya.
Chloe as Carrie just too pretty but she always well-acted
Sissy Spacek sudah menjadi sosok yang ikonik dalam film Carrie versi De Palma. Dimana wajahnya yang sangat dingin, creepy, dan dengan wajah yang kurang good looking hingga akhirnya dia berubah menjadi wanita cantik sesuai dengan perubahannya menjadi wanita. Maka, banyak kontroversi yang terjadi ketika tahu bahwa pemeran sosok Carrie milik Kimberly Peirce adalah Chloe Grace Moretz. Dimana parasnya terlalu cantik untuk memerankan sosok Carrie.
Carrie disini memang terlihat begitu ayu. Sehingga masih kurang jika Carrie disini yang harusnya sering dikucilkan dan menjadi korban bullying masih memiliki paras lebih cantik ketimbang tampang teman-temannya yang biasa saja. Tetapi, Chloe masih saja memberikan performa akting yang prima. Dia ingin membuktikan bahwa dengan akting yang prima dia bisa membawakan sosok Carrie dengan bagus. Tak hanya menjual paras ayunya saja.
Begitu pula chemistry-nya yang bisa dibangun bagus kepada Julianne Moore. Relationship frienemy ibu dan anak yang terjadi sangat terasa. Julianne Moore sebagai Margaret White atau sang ibu juga berhasil diperankan dengan baik. Terasa sekali sosoknya yang psychic. Terutama pada adegan dimana menonjolkan dirinya sangat takut terhadap perubahan Carrie menjadi seorang wanita seutuhnya.
Filmnya sendiri terlihat masih stick to the original one. Banyak sekali adegan-adegan yang berusaha dimirip-miripkan dengan versi original. Karena di dalam filmnya yang baru ini, penulis dari film originalnya masih ikut andil dalam memperhatikan proses pengerjaan skenario di film Carrie 2013 ini. Banyak sekali adegan-adegan yang mengingatkan kita kepada versi originalnya bahkan dari segi dialog. Chloe juga masih terasa menggunakan aksen milik Sissy Spacek.
Overall, Kimberly Peirce’s Carrie bukanlah sebuah remake yang buruk. Masih ada beberapa bagian dari film ini yang bisa dinikmati terutama pada bagian final act filmnya. Kekuatan telekinetik yang terlalu diekspos di film ini membuat suasana gelap yang terjadi di film originalnya, tidak tampil maksimal di film terbarunya serta Chloe masih terlalu cantik untuk menjadi sosok Carrie meskipun dia bermain dengan bagus.